Kesyahduan Malam Ramazan di negeri Ottoman
IQBAL MAULANA
May 11, 2019
Kesyahduan
Malam Ramazan di negeri Ottoman
Ramadhan selalu
istimewa dari bulan lainnya. Bulan penghambaan diri terbaik untuk umat muslim
di seluruh dunia dan berlomba-lomba untuk memperoleh banyak kebajikan sebagai
bekal kehidupan abadi setelah mati. Dalam kitab Maktubatu al-syarif jilid pertama karangan Imam Rabbani dijelaskan
bahwa ‘’Ramadhan adalah bulan terbaik dari sebelas bulan lainnya,
barangsiapa dapat melewatinya dengan baik maka bulan lainnya juga akan ikut menjadi
baik’’.Oleh karena itu maka sepatutnya bagi seluruh ummat muslim di berbagai
penjuru dunia menyambut bulan suci ini dengan sukacita dan mempersiapkan amal
ibadah yang terbaik tanpa menyia-yiakan setiap perjalanan harinya.
Berbagai cerita
menarik tentang Ramadhan datang dari negara yang berbeda. Sebagai tanah
peninggalan jejak-jejak modernisasi-nya, Ramadhan di turki menjadi sangat
berbeda dengan keunikan-keunikan yang mungkin tidak kita dapatkan di Indonesia.
Jika Indonesia memiliki Aceh yang kental dengan syariat Islam Turki memiliki
Istanbul yang merupakan pusatnya islam. Walaupun kesekuleran sudah menyatu pada
masyarakat negeri ini. Namun jika berbicara tentang keagamaan perhatian mereka
sangat luar biasa. Maka tidak heran jika turki menjadi negara ter-royal
sedunia. Banyak bantuan yang mereka salurkan untuk setiap negara muslim
terkhusus Aceh ketika tsunami Desember 2004 silam. Istanbul secara bahasa
berasal dari kata ‘’Islam’’
bermakna islam dan ‘’bol’’ yang memiliki arti ‘’bagian’’ secara
kalimat dapat diartikan ‘’Bagian dari islam’’ yang kemudian dikenal
dengan sebutan Istanbul. Di kota Kesultanan utsmani ini banyak keunikan yang
saya temukan. Bagi saya Istanbul bak sebuah hikayat cinta yang manis di setiap
perputaraan waktu. Selain alamnya indah, setiap sudut kota tertata rapi dan
bersih, letak kota yang asri dihitari lautan yang biru di pinggir-pinggir jalan
kota, taman-taman buatan yang indah dengan hiasan bunga di pinggir jalan-jalan
besar, jarang terjadi kemacetan, dan yang tidak mungkin saya lupakan adalah
sikap masyarakat dengan keramah-tamahan yang membuat saya lupa pada tanah
kelahiran dan membuat saya jatuh cinta berkali-kali.Ramadhan 1440 H ini kali
kedua bagi saya menjalani ibadah puasa di negeri Ottoman.Meskipun demikian
tantangan durasi waktu berpuasa belum membuat saya terbiasa secara maksimal. Di
Aceh yang biasanya kami berpuasa sekitar 14 atau 15 jam. Terpaut tiga jam dari
Istanbul waktu berpuasa selama 18 atau 19 jam sempat membuat saya kewalahan
menunggu waktu iftar tiba. Bahkan teman-teman saya menyebutkan berpuasa di
Istanbul bukan sebulan melaikan 34 hari alias sebulan empat hari jika di
kalkulasikan dengan waktu di Indonesia bahkan lebih. Ditambah lagi dengan keberlangsungan
(yaz mevsimi) musim panas, dimana musim panas di eropa waktu siangnya lebih
panjang dari waktu malamnya. Malam hari kurang lebih hanya 6 jam saja. Perbedaan
waktu ini merupakan hal sama yang dapat kita temukan di berbagai negara lainnya
seperti Prancis, Jerman, belanda dan banyak negara eropa lainnya. Namun saya
yakin perbedaan waktu ini perlahan akan membuat saya terbiasa. Banyak sekali
keunikan lainnya yang dapat saya temukan di negara yang masyhur dengan nama
Konstantinovel dan Byzantium ini, yang mampu menarik perhatian setiap muslim
asing yang menjalani ramazan disini.
Tarawih, dan
Witir
Sistematika
pelaksanaan sholat tarawih juga tentu berbeda, masyarakat Turki yang mayoritas
taklid pada Imam A’zham Abu Hanifah (Imam Hanafi) mereka melaksanakan sholat
tarawih 4 rakaat dengan satu salam. Berbeda dengan Indonesia yang mayoritas
bermazhab syafii yang mengerjakan dengan 2 rakaan satu salam. Selain itu mereka
melaksanakan sholat witir sekaligus tiga rakaat dan dibarengi dengan dengan doa
qunut. Pada saat witir saya dan teman-teman saya yang bermazhab syafii
memisahkan diri dan melaksakaan sholat dengan sendiri, karna bagi mazhab syafii
witir dengan qunut itu dimulai dari malam 15 ramazan hingga akhir.
Berbagi
Makanan Setelah Tarawih
Selain Soal
perbedaan waktu berbuka, banyak hal menarik yang membuat saya takjub dan nyaman
berada disini diantaranya adalah Tradisi yang dilakukan masyarakat lokal di dalam
pekarangan Sulthan Mehmet Cami. Sulthan
Ahmet Cami, yang dikenal dengan sebutan ‘’Blue Musque’’, atau masjid
biru. Biasanya setelah ritual sholat tarawih dilaksanakan masyarakat antusias berbagi
makanan seperti lokum, simit dan osmanlı serbeti. Lokum merupakan permen manis
khas turki dengan terkstur kenyal dan lembuh menyerupai ‘’dodoi’’ dalam bahasa
Aceh. Lokum familiar dengan sebutan Turkish delight, makanan penutup yang
terbuat dari tepung jagung yang dicampur
dengan gula dan aneka perasa buah dan biasanya ditaburi butiran kelapa
atau tepung halus di atasnya. Sedangkan simit adalah roti yang terbuat dari
gandum.Dan osmanlı
serbeti adalah minuman yang dihasilkan dari rempah-rempah pilihan yang nikmatnya
menghilangkan dahaga serta rasa letih setelah ibadah. Selain berbagi makanan di
pekarangan masjid juga di terdapat pasar malam dengan berbagai wahana untuk
menghibur anak-anak yang ikut sholat ke masjid bersama orang tuanya. Nuansa
malam yang indah sungguh dapat saya rasakan disini.Banyak penduduk lokal dan
muslim asing memenuhi masjid menghadirkan kesyahduan di malam pertama ibadah
sholat tarawih di tanah kesultanan ini.
Bagaimana tidak, Sultah Ahmet cami selain berhadapan langsung dengan museum Hagya
shofya. Hagya shofia atau dalam bahasa turki ayashofya merupakan bekas
gereja yang sempat diubah penggunaan menjadi masjid yang kini menjadi mesium.
Bagi masyarakat Istanbul Ayashofia adalah sebuah masjid, karena konon kisahnya
di satu bagian kubah terdapat ludah Rasulullah. Dalam kisah singkat dijelaskan
bahwa sahabat sempat melarang rasul untuk memberikan ludahnya yang mana kubah tersebut
adalah bagian gereja dengan kubah kuat dan kokoh. Namun Rasulullah mengizinkan
permintaan salah seorang yadudi ketika itu karna suatu saat akan berubah
menjadi masjid dan terbukti secara luar biasa. Selain itu di luar perkarangan
masjid sulthan Ahmet cami juga banyak toko-toko, yang menjual segala kebutuhan
ummat, mulai dari kebutuhan rumah, makanan, sholat, sampai keperluan sekolah
anak-anak., disana juga terdapat café, hotel, money canger dan lainnya.
Sahur
Untuk sahur tidak
jauh berbeda dengan tradisi yang ada di Indonesia yang selalu menggunakan beduk
atau ember untuk membangunkan masyarakat untuk makan sahur, di turki sendiri
menjelang sahur juga terdengar suara pukulan davul (drum) yang digunakan
membangun masyarakat. Kemudian di masjid-masjid juga terdengar suara merdu
ilahi alias nazam atau shalawat kalau di Indonesia yang terdengar dari
masjid-masjid.
Mukabele
Mukabele
atau muqabalah merupakan hatim alqur’an yang dibaca pada hari-hari di
bulan ramazan. Biasanya kegiatan ini dilakukan setelah sholat dzuhur dan ashar
di berbagai masjid-masjid di Istanbul dan di beberapa kota besar lainnya.Mukabele
dilakukan secara bersama, yang setiap masjid ada yang ditugaskan membaca di
hadapan jamaah setelah sholat dzuhur atau ashar. Jamaah hanya mendengar serta
menyimak dengan seksama bacaanya. Mukabele ini juga sudah mulai
dipratikkan di Indonesia khususnya di Aceh oleh para santri makhad
Tsulaimaniyah cabang turki di antaranya , Banda Aceh, Sigli, Bireun, dan Kuta
Cane. Mukebele ini merupakan kegiatan bagus dan dapat membantu
orang-orang yang sibuk dengan pekerjaan kantor yang tidak sempat membaca
Al-qur’an. Setelah sholat jamah duduk sejenak mendengar lantunan ayat suci
setelah kewajiban sholat mereka tunaikan, dan juga membantu orang-orang
mengkhatamkan alqur’an secara bersama.
Makanan
Berbuka
Sebagai seorang mahasiswa
ketika di Aceh saya sering mendapat undangan berbuka dari berbagai lembaga dan
paguyuban daerah. Iftar atau anak muda Indonesıa menyebutnya dengan ‘’BUKBER’’
buka bersama seperti yang saya dapati di Indonesia dapat saya temukan disini.
Banyak sekali menu-menu berbuka dengan macam-macam makanan dan manisan khas
turki, diantaranya; Tavuk piliç (full ayam) çorba (sop) Baklawa, süçlat(puding)
pasta (kue) turta (dodol),
nasi bulgur.Selain
Makanan dan Minuman juga terdapat buah-buahan cuci mulut yang hanya terdapat di
musim panas seperti Kavun(melon), Karpuz(semangka), muz(pisang) Erik,
Kiraz(ceri) ÅŸeftali(buah
persik) injir(buah tin)
masih masih banyak lainnya. Diantara buah-buah tersebut paling menakjubkan saya
adalah buah tin atau di turki disebuh injir. Buah surga yang berpasangan dengan
buah zaitun yang selama ini saya dengar di Alqur’an surat at-tin dapat saya
santap lagsung disini dan membuat saya merasa jadi orang yang paling beruntung.
Keunikan
masjid
Ketika disebut nama
Istanbul yang terlintas di fikiran adalah Blue Musque, Hagya shofya, dan mesium Top kapı. Padahal selain nama-nama tempat termasyhur ini masih banyak masjid yang
tidak kalah menarik seperti, Sulaymaniye cami, Ortakoy cami, Fatih Cami dan
masih banyak nama lainnya.Disetiap bangunan masjid selain keinedahan interior,
daya tarik bangunan, dan terdapat banyak nilai-nilai sejarahnya.Kemudian di
dalam masjid dihiasi dengan tulisan khaligrafi dan ilustrasi menawan. Disetiap
sudut langit-langit tertulis sang khalik, Rasul dan empat sahabat serta cucu
Rasulullah Saidina Hasan dan Husein. Istanbul memang memiliki sejuta pesona.
Maka tak heran jika jutaan wisatawan terus berdatangan ke negeri dua benua ini.
Penyambutan lailatul qadar
Selain bulan nuzul qur’an bulan ramazan juga
terdapat malam lailatul qadar yang menjadikan Ramazan sebagai sulthannya
bulan lainnya. Bagi penduduk lokal menyambut malam lailatul qadar adalah
farz (wajib). lailatul qadar atau disebut malam kandil. Di Turki lailatul
qadar sudah ditentukan pada malam tertentu dengan memakai cara perhitungan
sendiri. Sehingga penyambutan khusus dilakukan dengan qiyamul lail,pada malam
tersebut diisi denngan shalat tasbih,kajian,tadaru al-qur’an dan zikir. Kandil
tidak hanya menjadi sebutan lailatul qadar, namun juga untuk malam mulia
seperti Nisyfu syaban, Malam Bara’ah (Rajab), dan Malam idul fitri dan adha dan
malam jumat. Setelah kegiatan penyambutan selesai kegiatan ditutupi dengan berbagi
manisan, lokum, simit, baklawa, manisan dan osmanlı serbeti yang dibagikan
untuk sesama secara gratis.
Sungguh menarik bagi saya peribadi melewati
ramazan di negeri Kesultanan ini. Banyak sekali keunikan dan hal-hal menarik
yang memanjakan mata. Selain keindahan panorama, kuliner, tempat bersejarah,
dan bangunan-bangunan khas pahatan dengan arsitektur menawan pada masa
kesultanan dahulu.
Kesyahduan Malam Ramazan di negeri Ottoman
Reviewed by IQBAL MAULANA
on
May 11, 2019
Rating: